Cari Blog Ini

Rabu, 08 Maret 2017

Senin, 12 November 2012

CTL

MAKALAH
Strategi Pembelajaran Konstekstual
( Contextual Teaching and Learning )

Mata kuliah
Model dan Strategi Pembelajaran













Dosen Pembimbing :
Mamik Rosita, M.PdI

Disusun Oleh Klompok 1:
Abdul Qodim
Ali  Makhrus el-medioeniy
Dani Musthofa
Dian Siswanto
Eni Adi Nugroho
Muttaqin Adi Wijaya
Zainuri

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL URWATUL WUTSQO
BULUREJO DIWEK JOMBANG
Tahun 2011
A.  Pendahuluan
            Dalam sebuah proses pembelajaran, sampainya materi dan tercapainya tujuan kepada peserta didik merupakan landasan dan dasar untuk menumbuhkan kreatifitas pengajar dalam mengelola bahan ajar dan beserta perangkat-perangkatnya. Dalam hal ini seorang pengajar di beri kebebasan dalam menentukan cara dan strategi agar terealisasinya tujuan pembelajran.Kaitanya akan kebebasan guru dalam membuat strategi pembejaran, ada beberapa macam istilah dan macam strategi yang bisa di praktekkan dan di aplikasikan seorang guru terhadap peserta didiknya. Melihat realitas dan problematiaka pesrta didik yang demikian kompleks,maka seorang guru (baca:pengajar) harus pandai-pandai, cerdik, cerdas dan empirisif terhadap kenyatan siswa (baca:peserta didik) yang berbeda dengan siswa-siwa jaman dulu. Untuk sekarang,guru di tuntut untuk lebih aktif dalam melaksanakan pembelajaran dan pengajaran kapada siswa.
            Dalam pembelajaran, banyak sekali macam-macam bentuk strategi yang ditawarkan para ahli didik demi sukses dan tercapainya tujuan pembelajaran. Dan salah satunya adalah CTL (contextual teaching and learning) atau dalam bahasa Belandanya Realisthic Mathemathic Education ( RME ). Akhir-akhir ini model pembelajaran kontekstual teaching and learning (untuk selanjutnya  nanti kami singkat CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang.  Berbeda dengan strategi dan model pembelajaran sebelumnya, CTL merupakan proses pembelajaran yang secara penuh melibatkan para siswa dalam proses belajar. Siswa didorong berkreatifitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topic yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan CTL bukan hanya mendengar dan mencatat  tetapi adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui hal tersebut diharapkan perkembanangan siswa terjadi secara utuh, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.
            Dan menurut kami (pemakalah), CTL merupakan suatu keharusan bila mana ingin menciptakan suatu output (intake) yang benar-benar mengerti akan manfaat dari pada materi pelajaran yang di sampaikan, beserta pentingnya memahai realitas dan kenyataan social yang berada dalam pandangan peserta didik dalam kehidupanya sehari-hari. Dan ini menjadi mungkin biLa CTL ini di terapkan dengan benar-benar sesuai menurut petunjuk yang telah di paparkan para pakar,beserta kelihaian (credible) guru menerapkan strategi CTL ini.
            Berikut ini kami akan paparkan apa,bagaiman,dan seperti apa CTL itu?.dan pertanyaan-pertanyaan yang  lain yang tersirat dalam pemikiran temen-temen mahasiswa,dan semoga akan terjawabkan dalam makalah yang singkat ini.dengan rumusan masalah sebagai berikut :
RUMUSAN MASALAH :
a)    Apa pengertian CTL?
b)   Apa landasan dasar menggunakan CTL dari sudut pandang filosfis dan psikologis?
c)    Apa asas-asas CTL?
d)    Bagaimana ciri dan karakteristik CTL?
e)     Seperti apa peranan seorang guru dalam CTL?
f)     Seperti apa pendekatan CTL?

TUJUAN
ü       Memenuhi tugas kemahasiswaan dalam perkuliahan yang di berikan Dosen
ü       Mengenalkan kepada mahasiswa  tentang CTL
ü       Memperkaya khazanah pengetahuan dunia pendidikan untuk pribadi dan mahasiswa secara umum
MANFAAT
Ø      Mengerti  CTL dengan sebenarnya
Ø      Memmudahkan mahasiswa dalam menggunakan CTL
Ø      Menambah wawasan mahasiswa tentang CTL
































B.   Pembahasan

*    PENGERTIAN CTL
                  Dalam kaitanya dengan CTL ini, akan kami coba uraikan pemikiran dari beberapa tokoh yang       kompeten (pakar) tentang CTL, Sehingga kita nanti bisa dengan mudah memahami dan     mengerti, bagaimana harusnya teori ini diterapkan,agar supaya pembelajran aktif dan efesien       terwujudkan.Berikut   ini beberapa pendapat dan pemikiran pakar pendidikan [1]yang kami maksud ;
a.       Menurut Johnson (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari yaitu konteks kehidupan pribadinya, sosial, dan budayanya.
b.      Menurut The Washington state consortium for contextual teaching and learning (2001), mengartikan pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan serta keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.
c.       Menurut Center on Education and work at the university of Wisconsin Madison (2002), Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotifasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.
     
                  Jadi bisa kami simpulkan, bahwasanya CTL merupakn sebuah kegiatan pembelajran       yang berusaha menarik siswa,mengajak dan mendorong siswanya untuk lebih mampu        menyerap pelajaran dan menerapkan dalam dunia praksis (individu, budaya,masyrakat social)      dan linkungan di sekelilingya dan didorong untuk segera membumikan ilmunya yang didapat     melalui sekolah. Agar agar cepat kentara akibat dan manfaat aktifitas siswa dalam mengikuti          prose pemblajaran.

*    Landasan dasar menggunakan CTL
            Dalam CTL ada asumsi yang melatarbelakangi munculnya strategi ini, yang memacu untuk diterapkan dan diimplementasian dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.Yang urainya sebagai berikut ;[2]
a.      Dasar Filosofis,
            CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktifisme oleh Mark Baldwin dan dikembangkan oleh Jean Pieget. Aliran Filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistimologi Giambatisme Vico Vico mengungkapkan bahwa  Tuhan adalah pencipta alam semesta sedangkan manusia adalah tuan dari ciptaannya. Mengetahui menurut Pico berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu  artinya seorang dikatakan mengetahu jika dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu tersebut. Selanjutnya dalam pandangan filsafat kontruktivisme tentang hakekat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar bahwa belajar bukan sekedar menghafal, tetapi konsep mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman.
            Dalam pandangan piaget bahwa sejak kecil manusia sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilisasi dan akomodasi. Asimiliasi adalah proses penyempurnaan skema, dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru.
b.      Dasar Psikologi
            Dipandang dari sudut psikologi CTL berpijak pada psikologi kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungannya. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons tapi sebuah proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motifasi, kemampuan dan pengalaman.

Dari kedua latar belakang diatas maka ada beberapa hal yang harus dipahami belajar dalam kontek CTL :[3]
1.      Belajar bukanlah menghafal tapi proses kontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.
2.      Belajar bukanlah mengumpulkan fakta yang lepas-lepas tapi pengorganisasian dari semua yang telah dialami.
3.      Belajar adalah proses pemecahan masalah sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh baik mental, emosional dan intelktual.
4.      Belajar adalah proses pengalaman diri secara bertahap dari yang sederhana sampai yang paling komplek
5.      Belajar pada hakekatnya ada;ah menangkap pengetahuan dari kenyataan disekitar kita.

*    Asas-asas CTL
      CTL sebagai sebuah model pembelajaran memiliki 7 asas yang akan melandasi proses pebelajaran dengan mengunakan CTL. Asas-asas tersebut adalah :[4]
a.       Konstruktivisme
Adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendoorong siswa untuk bisa mengontruksi pengetahuannya melaui proses pengamatan dan pengalaman.
b.      Inkuiri
Adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri melalui beberapa langkah: merumuskanmasalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesa dengan datadan membuat kesimpulan.
c.       Bertanya (Questioning)
Belajar pada hekekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya sebagai refleksi keingintahuan dan menjawab pertanyaan merefleksikan seseorang dalam berfikir.
d.      Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar dalam konsep pembelajaran CTL menyarankan agar pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain baik kerjasama secara formal maupun informal dalam lingkungan pergaulan.
e.       Pemodelan (modeling)
Adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu yang dapat dicontoh atau ditiru oleh setiap siswa. Model yang utama adalah guru namun bisa juga siswa yang berprestasi dapat dijadikan model.
f.       Refleksi
Adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali  kejadian-kejadian atau peristiwa belajar yang telah dilaluinya.
g.      Penilaian nyata
Adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang telah dilakukan oleh siswa. Penilaian tidak hanya perkembangan intelektualnya saja tapi perkembangan seluruh aspek.

*    Ciri dan karakteristik CTL
Ciri-ciri pembelajaran kontekstual [5]
a.       Adanya kerjasama dengan semua pihak
b.      Menekankan pentingnya pemecahan masalah
c.       Bermuara pada keberagaman koteks kehidupan siswa yang berbeda-beda
d.      Menyenangkan tidak membosankan
e.       Pembelajaran terintegrasi
f.       Menggunakan berbagai sumber  belajar
g.      Dinding dan lorong sekolah penuh dengan hasil kreatifitas siswa
h.      Laporan kepada orang tua bukan hanya nilai tapi juga hasil karya siswa, hasil pratikum, krangan dsb.

Menurut Johnson (2002) ada delapan karakter  utama dalam pembelajaran kontekstual [6], yaitu :
a.       Melakukan hubungan bermakna (making meaning connection) antara sekolah dan kehidupan nyata.Sehingga siswa memahami dan menyadari bahwa belajar penting untuk dia khususnya dan masyarakat umumnya baik masa sekarang dan masa depan.
b.      Pembelajaran mandiri (self regulation learning )artinya siswa dapat mengatur dirinya sendiri sebagai orang yang belajat aktif dalam mengembangkan minat secara individual.
c.       Melakukan kegiatan yang signifikan (doing signifikan work)
d.      Bekerjasama (colaboration)
e.       Berfikir kritis dan kreatif ( critical and creatif thingking )
f.       Mengasuh dan memelihara pribadi siswa
g.      Mencapai standar dengan tinggi (reaching high standart)
h.      Menggunakan penilaian yang autentik (use authentic assessment)

*    Peran Guru dalam medel CTL
      Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru manakalah mengunakan method pendekatan CTL.[7]
a.       Siswa dalampembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar siswa dipengaruhi pada perkembangan dan pengalaman yang sudah dimiliki oleh siswa.
b.      Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak untuk mencoba yang baru sedang guru membimbing dan memfasilitsi pemecahan masalah yang dihadapi anak.
c.       Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan anatar hal-hal yang baru dengan yang sudah diketahuinya. Dengan demikian guru membantu agar siswa menemukan keterkaitan tersebut.
d.      Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakakan proses asimilasi dan akomodasi .

*    Pendekatan CTL
            Untuk mempermudah guru dalm mengaplikasikan CTL,maka perlu kiranya ada pendekatan yang bisa membantu dan mempermudah guru untuk mewujudkan suksesnya CTL.Dengan demikian,memberikan implikasi kongkrit terhadap aktivitas pembelajarn kepada peserta didik.Berikut beberapa pendekatan oleh Saliman,MP.d [8] ;
o       Problem-Based learning
o       Authentic instruction
o       Inquiri-Based learning
o       Project-Based learning
o       Work-Based learning
o       Service learnin
o       Cooperative larning

C.  Penutup
            Demikian pemaparan makalah kami tentang model pembelajaran kontekstual (CTL). Secara garis besar dapat kami simpulkandalam beberapa hal :
A.    Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari yaitu konteks kehidupan pribadinya, sosial, dan budayanya.
B.     Landasan dasar menggunakan model CTL
1.      Dasar Filosofis,
2.      Dasar Psikologi
C.     Asas-asas model CTL
1.      Konstruktivisme
2.      Inkuiri
3.      Bertanya (Questioning)
4.      Masyarakat belajar (Learning Community)
5.      Pemodelan (modeling)
6.      Refleksi
7.      Penilaian nyata
8.      Ciri dan karakteristik CTL
D.    Ciri-ciri pembelajaran kontekstual
1.      Adanya kerjasama dengan semua pihak
2.      Menekankan pentingnya pemecahan masalah
3.      Bermuara pada keberagaman koteks kehidupan siswayang berbeda-beda
4.      Menyenangkan tidak membosankan
5.      Pembelajaran terintegrasi
6.      Menggunakan berbagai sumber  belajar
7.      Dinding dan lorong sekolah penuh dengan hasil kreatifitas siswa
8.      Laporan kepada orang tua bukan hanya nilai tapi juga hasil karya siswa, hasil pratikum, krangan dsb.


E.     Peran Guru dalam medel CTL
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru manakalah mengunakan method pendekatan CTL.
1.      Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
2.      Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan..
3.      Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan
4.      Belajar bagi anak adalah proses asimilasi dan akomodasi

F.      Pendekatan CTL
1.      Problem-Based learning
2.      Authentic instruction
3.      Inquiri-Based learning
4.      Project-Based learning
5.      Work-Based learning
6.      Service learnin
7.      Cooperative larning








D.    Daftar Pustaka
Kunandar, 2007. Guru Profesional Implementasi KTSP.
            Jakarta: Rajawali Pers
Mulyasa, 2008. Menjadi Guru Profesional, menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan,             Bandung : Rosda Karya
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
             Jakarta : Prenada Media Group
www.slideshare.net















Garis-garis besar makalah
Strategi Pembelajaran Konstekstual
( Contextual Teaching and Learning )
A.     Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari yaitu konteks kehidupan pribadinya, sosial, dan budayanya.

B.     Landasan dasar menggunakan model CTL
1.      Dasar Filosofis,
2.      Dasar Psikologi

C.     Asas-asas model CTL
1.      Konstruktivisme
2.      Inkuiri
3.      Bertanya (Questioning)
4.      Masyarakat belajar (Learning Community)
5.      Pemodelan (modeling)
6.      Refleksi
7.      Penilaian nyata

D.     Ciri-ciri pembelajaran kontekstual
1.      Adanya kerjasama dengan semua pihak
2.      Menekankan pentingnya pemecahan masalah
3.      Bermuara pada keberagaman koteks kehidupan siswayang berbeda-beda
4.      Menyenangkan tidak membosankan
5.      Pembelajaran terintegrasi
6.      Menggunakan berbagai sumber  belajar
7.      Dinding dan lorong sekolah penuh dengan hasil kreatifitas siswa
8.      Laporan kepada orang tua bukan hanya nilai tapi juga hasil karya siswa, hasil pratikum, krangan dsb.

E.      Peran Guru dalam medel CTL
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru manakalah mengunakan method pendekatan CTL.
1.      Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
2.      Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan..
3.      Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan
4.      Belajar bagi anak adalah proses asimilasi dan akomodasi
F.      Pendekatan CTL
1.      Problem-Based learning
2.      Authentic instruction
3.      Inquiri-Based learning
4.      Project-Based learning
5.      Work-Based learning
6.      Service learning
7.      Cooperative learning


[1] Lihat, Kunandar, 2007. Guru Profesional Implementasi KTSP. Jakarta: Rajawali Pers,hal.295.
[2] Lihat, Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group, hal.256.
[3] Ibid, Sanjaya, Wina,hal.260.
[4] Lihat, www.slideshare.net
[5]Op.cit, Kunandar, hal. 259.
[6] Ibid, kunandar, hal. 296, lihat juga di www.slideshare.net,
[7]Lihat, Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group,hal.263. Menurut Saliman, Dosen UnY, perlu kiranya di tambah lagi , 1. Nurturing individual (pendewasaan individu) dan istilah karakter menurut beliau di anggap sebagai komponen, jelasnya lihat, www.slideshare.net
[8] Lihat, www.slideshare.net

Kamis, 31 Maret 2011

ULUMUL HADITS

 MAKALAH
HADITS SHAHIH, HADIS HASAN, HADIST DHOIF
Mata kuliah
Ulumul Hadits



 



Dosen Pembimbing :
Drs. KH. Amir Jamilidin, M.HI

Disusun Oleh Klompok 4:
Abdul Qodim
Ali  Makhrus
Dani Musthofa
Dian Siswanto
Zainuri


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL URWATUL WUTSQO
BULUREJO DIWEK JOMBANG
Tahun 2011

PEMBAHASAN
*      Hadits Shahih
Ø      Definisi Hadits Shahih
kata Shahih ((الصحيخ dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata as-saqim ( (السقيمorang yang sakit jadi yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.[1]
هو ما اتصل سنده بنكل العدل الضابط ضبطا كاملا عن مثله وخلا ممن الشذوذ و العلة
hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).
Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadis shahih dengan “hadis yang bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak ber’ilat”.
Defisi hadis shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:
pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadis yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadis bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadis secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadis secara lafad, bunyi hadis yang Dia riwayatkan sama dengan hadis yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat),
kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.
Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih sebagai berikut:
1)      Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi pertama sampai perowi terakhir.
2)      Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam arti adil dan dhobith,
3)      Hadisnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
4)      Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.

Ø      Syarat-Syarat Hadis Shahih(OTENTIK)
            Dalam berbagai literatur ilmu hadist,banyak perbedaan dalam klasifiasi syarat-syarat yang diberlakukan untuk diterimanya kalau hadist itu shohih (otentik),dan disini akan kami paparkan klasifikasi yang umum di pakai para pakar-hadist untuk klasifikasi syarat,yakni ada lima yang harus didapati untuk sebuah hadist shohih ,sebagaimana yang kami paparkan berikut ini berikut [2]:
a. Sanadnya Bersambung (ittisholu as-sanadi)
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja sebagai berikut;
Mencatat semua periwayat yang diteliti,
Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang     terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasana, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kasta-kata lainnya[3].
b. Perawinya Bersifat Adil (‘adalatu ar-rowi)
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim,Mukallaf  (baligh), selamat dari fasiq dan sifat-sifat kecil yang buruk (maksudnya : akhlaqnya baik)[4].
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil,  sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.Ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, sdeperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali. Khusus mengenai perawi hadis pada tingkat sahabat,jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil dan menduduki peringkat tertinggi dalam penggolongan ulama perowi hadist menurut ibnu hajar (773-852)[5]. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
c. Perowinya Bersifat dhobith (tamamu at-dhlopti)
Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, dalam artian bahwa apa yang di dengar olehnya itu tertancap dalam hati,sekiranya memumkinkan baginya untuk mengutarakan kapan saja ia membutuhkan [6],baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith ada dua kategori [7],yaitu dhobit dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama hadis sampai meriwayatkannya kepada orang lain, sedang, dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, nmenurut para ulama, dapat diketahui melalui:
kesaksian para ulama berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.istilah dhobith menurut fatchur rahman yang di kutip dari kitabnya muhyiddin abdul hamid ahrus ada beberapa hal yang menjadi nsur dhobith,;
1.tidak pelupa,
2.hafal terhadp apa yang didiktekan kepada muridnya,bila ia memberikan hadist dengan hafalan,dan terjaga kitabnya dari kelemahan,bila ia meriwayatkan dari kitabnya.
3.menguasaiap yang diriwayatkan,memahami maksudnya dan mengetahui makna yang dapat mengalihkan maksud,bila ia meriwayatkan menurut maknanya saja.
d. Tidak Syadz”kuluwuhu mina syudzudzi”
Maksudnya ialah hadis itu benar-benar tidak syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.Menurut al-Syafi’i, suatu hadis tidak dinyatakan syudzudz, bila hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentengan dengan hadis yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
e. Tidak Ber’ilat(khuluwwuhu min al-illat)i
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya (penyakit), dalam arti adanya sifat  tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis, dan sementara dhahirnya selamat dari cacat.
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.
Ø      Pembagian Hadis Shahih
            Para ahli hadis membagi hadis shahih kepada dua bagian [8], yaitu shahih li-dzati dan shahih li-ghoirih. Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hafalan atau ingatan perowinya. pada shahih li-dzatihi, ingatan perowinya sempurna, sedang pada hadis shahih li-ghoirih, ingatan perowinya kurang sempurna.
a.Hadis Shahih li dzati
Maksudnya ialah syarat-syarat lima tersebut benar-benar telah terbukti adanya,bukan dia itu terputus tetapi shahih dalam hakikat masalahnya, karena bolehnya salah dan khilaf bagi orang kepercayaan.
b. Hadis Shahih Li Ghoirihi
Maksudnya ialah hadis tersebut tidak terbukti adanya lima syarat hadis shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian. Bukan berarti sama sekali dusta, mengingat bolehnya berlaku bagi orang yang banyak salah.
Hadis shahih li-ghoirih, adalah hadis hasan li-dzatihi apabila diriwayatkan melamui jalan yang lain oleh perowi yang sama kualitasnya atau yang lebih kuat dari padanya.
Contoh ;hadist Bukhori  dari Ubay binal-abbas bin sahal dari ayahnya(abbas )dari neneknya (sahal),katanya ;Konon Rosullullah mempunyai seekor kuda,yang ditaruh di kandang kami,yang di beri nama al-lihaif.”
Ubay bin al-abbas oleh ahmad,ibnu Ma’in dan An-nasa’I di anggap rawi yang kurang baik hafalanya.oeleh karena itu,hadist tersebut berderajat hasan lidzatihi..Tetapi hadist tersebut mempunya mutabi’ yang diriwayatkan oleh abdul muhaimin,maka naiklah derajatnya dari hasan lidzatihi menjadi shohih lighoirihi.[9]

Ø      Kehujahan Hadis Shahih
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.
Ø      Tingkatan Hadis Shahih
Perlu diketahui bahwa martabat hadis shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhadisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:
Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang yang tingkatannya dibawash tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:[10]
a)      Hadis yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
b)      Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
c)      Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
d)     Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,
e)      Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,
f)       Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
g)      Hadis yang dinilai shahih menurut ilama hadis selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan sebagai berikut:
1.      Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
2.      Shahih Muslim (w. 261 H).
3.      Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).
4.      Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).
5.      Mustadrok Al-hakim (w. 405).
6.      Shahih Ibn As-Sakan.
7.      Shahih Al-Abani.

*      HADIS HASAN
Ø      Pengertian Hadis Hasan
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah[11]. Hasan juga dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:
definisi al- Chatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya fukoha.Defnisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz (kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan sepereti demikian, maka dia menurut kami adalah hadis hasan.Definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersanbung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.
Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih unggul.
Ø      Macam-Macam Hadis Hasan
Sebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis hasasn pun terbagi menjadi dua macam [12],yaitu hasan li-dzatih dan hasan li-ghairih;
a. Hasan Li-Dzatih
Hadis hasan li-dzatih adalah hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis hasan yang telah ditentukan. pengertian hadis hasan li-dzatih sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
b. Hasan Li-Ghairih
Hadis hasan yang tidak memenuhi persyaratan secara sempurna. dengan kata lain, hadis tersebut pada dasarnya adalah hadis dha’if, akan tetapi karena adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi’), maka kedudukan hadis dha’if tersebut naik derajatnya menjadi hadis hasan li-ghairih.

*      HADIST DHAIF
Ø      Definisi Hadist Dhaif
Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah[13]. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Ø      Macam-macam hadits dhaif
Hadist dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : hadits dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau mata dan ada juga karena alasan incidental.[14]
a. Hadits dhaif karena gugurnya rawi
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :

1)      Hadits Mursal
Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas[15]. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal :
Artinya :
Rasulullah bersabda, “ Antara kita dan kaum munafik munafik (ada batas), yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh; mereka tidak sanggup menghadirinya”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdurrahman, dari Harmalah, dan selanjutnya dari Sa’id bin Mustayyab. Siapa sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Sa’id bin Mustayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad hadits di atas.
Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits dhaif, karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam beramal. Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah asalkan para rawi bersifat adil.
2)      Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus[16]. Para ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.
contoh hadits munqathi’ :
Artinya :
Rasulullah SAW. bila masuk ke dalam mesjid, membaca “dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatMu”.
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan, dari Fatimah binti Al-Husain, dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra. Menurut Ibnu Majah, hadits di atas adalah hadits munqathi’, karena Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa dengan Fathimah binti Al-Husain. Jadi ada rawi yang gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan tabi’in.


3)      Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami[17]. Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam kitabnya “Al-Muwatha” yang berbunyi : Imam Malik berkata : Telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :
Budak itu harus diberi makanan dan pakaian dengan baik.
Di dalam kitab Imam Malik tersebut, tidak memaparkan dua orang rawi yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Kedua rawi yang gugur itu dapat diketahui melalui riwayat Imam Malik di luar kitab Al-Muwatha. Imam Malik meriwayatkan hadits yang sama : Dari Muhammad bin Ajlan , dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah. Dua rawi yang gugur adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
4)      Hadits mu’allaq
Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa juga bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan)[18].
Contoh :
Bukhari berkata : Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari Abu Huraira, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :
Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dengan sebagian yang lain.
Berdasarkan riwayat Bukhari, ia sebenarnya tidak pernah bertemu dengan Malik. Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan satu rawi di awal sanad tersebut. Pada umumnya, yang termasuk dalam kategori hadits mu’allaq tingkatannya adalah dhaif, kecuali 1341 buah hadits muallaq yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. 1341 hadits tersebut tetap dipandang shahih, karena Bukhari bukanlah seorang mudallis ( yang menyembunyikan cacat hadits ). Dan sebagian besar dari hadits mu’allaqnya itu disebutkan seluruh rawinya secara lengkap pada tempat lain dalam kiab itu juga.
b. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi
Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi. Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-tengah lafadz hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.
Contoh-contoh hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi :
1)      Hadits Maudhu’
Menurut bahasa, hadits ini memiliki pengertian hadits palsu atau dibuat-buat. Para ulama memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW. Akan tetapi disandarkan kepada dirinya. Golongan-golongan pembuat hadits palsu yakni musuh-musuh Islam dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, yakni kaum yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatic terhadap golongan politiknya, mazhabnya, atau kebangsaannya .
Berikut dipaparkan beberapa contoh hadits maudhu’:
a)      Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia katakana bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan selanjutnya dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di maqam Ibrahim dua rakaat” Makna hadits tersebut tidak masuk akal.
b)       adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh turunan”. Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ” Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am : 164 )
c)       “Siapa yang memperoleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia dan anaknya itu masuk surga”. “orang yang dapat dipercaya itu hanya tiga, yaitu: aku ( Muhammad ), Jibril, dan Muawiyah”.
Masih banyak hadits-hadits lainnya yang sengaja dibuat oleh pihak kufar. Sedikit sejarah, berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan, seperti Maisarah bin Abdi Rabbin Al-Farisi, misalnya, ia mengaku telah membuat beberapa hadits tentang keutamaan Al-Qur’an dan 70 buah hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib. Abdul Karim, seorang zindiq, sebelum dihukum pancung ia telah memalsukan hadits dan mengatakan : “aku telah membuat 3000 hadits; aku halalkan barang yang haram dan aku haramkan barang yang halal”.
2)      Hadits matruk atau hadits mathruh
Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.
Contoh hadits matruk : “Rasulullah Saw bersabda, sekiranya tidak ada wanita, tentu Allah dita’ati dengan sungguh-sungguh”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ya’qub bin Sufyan bin ‘Ashim dengan sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi, seperti : Muhammad bin ‘Imran, ‘Isa bin Ziyad, ‘Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said bin mutstayyab, dan Umar bin Khaththab. Diantara nama-nama dalam sanad tersebut, ternyata Abdur Rahim dan ayahnya pernah tertuduh berdusta. Oleh karena itu, hadits tersebut ditinggalkan / dibuang.

3)      Hadits Munkar
Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak dikenal. Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat, contoh :
Artinya: “Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat, mengerjakan haji, dan menghormati tamu, niscaya masuk surga. ( H.R Riwayat Abu Hatim )”
Hadits di atas memiliki rawi-rawi yang lemah dan matannya pun berlainan dengan matan-matan hadits yang lebih kuat.
4)     Hadits mudraj
Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh :
Rasulullah bersabda : “Saya adalah za’im ( dan za’im itu adah penanggung jawab ) bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah; dengan tempat tinggal di taman surga”.
Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan ( dengan tempat tinggal di taman surga ), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.
5) Habist syadz
Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya.
Contoh :
“Rasulullah bersabda : “Hari arafah dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Rabah dengan sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi yang dipercaya, namun matan hadits tersebut ternyata ganjil, jika dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadits-hadits lain tidak dijumpai ungkapan . Keganjilan hadits di atas terletak pada adanya ungkapan tersebut, dan merupakan salah satu contoh hadits syadz pada matannya. Lawan dari hadits ini adalah hadits mahfuzh.

C.ALASAN INSIDENTIL[19]
1)MAQLUB (terbalik/tergantikan) Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
; dibagi menjadi dua,A.terbaliknya nama riwayat,contoh ; ibnu dinar mendapat dari umar,kemudian seseorang menghapus ibni dinar dengan nama lain yang segenaerasi.
B.terbaliknya nama atau texs karena dibalik susunanya.contoh ; Ka’ab bin murroh dengan murroh bin ka’ab.
 Contoh lain ;Rasulullah SAW bersabda : Apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka jauhilah ia sesuai kesanggupan kamu. (Riwayat Ath-Tabrani)
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, semestinya hadits tersebut berbunyi : Rasulullah SAW bersabda : “Apa yang aku larag kamu darinya, maka jauhilah ia, dan apa yang aku suruh kamu mengerjakannya, maka kerjakanlah ia sesuai dengan kesanggupan kamu”.

2)   MUDTHOROB ;
Hadist dimana sumber periwaytanya berbeda dan tak mungkin untuk melebihkan yang satu dengan yang lain,karena sejajar. Contoh;berdosa besa di depan orang sholat,tapi  dalam satu hadist di katkan bahwa jika tidak menemukan sesuatu untuk diletakkan di depan,ia paling tidak harus membuat garis.

3)   HADITS MU’ALLAL
Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat . Para ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang mengandung sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya. Contoh :
Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan bersanad pada Sufyan Ats-Tsauri, dari ‘Amru bin Dinar, dan selanjutnya dari Ibnu umar. Matan hadits ini sebenarnya shahih, namun setelah diteliti dengan seksama, sanadnya memiliki illat. Yang seharusnya dari Abdullah bin Dinar menjadi ‘Amru bin Dinar.
Ø      Kehujahan Hadits dhaif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:[20]
Level Kedhaifannya Tidak Parah
Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.
Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).
Berada di bawah Nash Lain yang Shahih (mundarijan tahta aslin aamin)
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.

Ø      Sikap Ulama Terhadap Hadits Dhaif :[21]
1)      Kalangan Yang Menolak Mentah-mentah Hadits Dhaif
Di antara mereka terdapat nama Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya bin Mu’in, Ibnu Hazm dan lainnya. Di zaman sekarang ini, ada tokoh seperti Al-Albani dan para pengikutnya.
2)      Kalangan Yang Menerima Semua Hadits Dhaif
Mereka adalah kalangan yang boleh dibilang mau menerima secara bulat setiap hadits dhaif, asal bukan hadits palsu (maudhu’). Bagi mereka, sedhai’f-dha’if-nya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika.
Di antara para ulama yang sering disebut-sebut termasuk dalam kelompok ini antara lain Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Mazhab ini banyak dianut saat ini antara lain di Saudi Arabia. Selain itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnul Mahdi, Ibnul Mubarok dan yang lainnya.
3)      Kalangan Menengah
Mereka adalah kalangan yang masih mau menerima sebagian dari hadits yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang mereka ajukan untuk menerima hadits dhaif antara lain, sebagaimana diwakili oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan juga Al-Imam An-Nawawi rahimahumalah, adalah:
• Hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifanya. Sedangkan hadits dha’if yang perawinya sampai ke tingkat pendusta, atau tertuduh sebagai pendusta, atau parah kerancuan hafalannya tetap tidak bisa diterima.
• Hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya
• Hadits itu hanya seputar masalah nasehat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan. Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.
• Ketika mengamalkannya jangan disertai keyakinan atas tsubut-nya hadits itu, melainkan hanya sekedar berhati-hati.









DAFTAR PUSTAKA
Ibnu alawi al-makki al-hasani, Muhammad, Al-Qowaidu Al-Asasiyah Fii Ilmi Mustholahi   Al-Adist; Surabaya; Daru Al-Rahmah, 1397h.
M.azami.m, Memahami Ilmu Hadits: Telh Metodologi & Litertur Hadist;     Penerjemah, Metha     Iera, Jakarta : Lentera, 2003
Muhammad al-masyath,Hasan Raf’ul Al-Istaar An Mahya Mukhodziroti Al-Thol’atilal-       Anwar,            Maktabah An-Nahdhoh Arabiya,Tanpa Tahun.

Rahman,fathur,. Ikhtisar Mustholahul Hadist. Pt. Al-Maarif: bandung:1974
http://ronyramadhanputra.blogspot.com/2009/04/hadits-dhaif.html
Ttp://fastion.multiply.com/journal/item/4/ulumul_hadits




















[1] Lihat ibnu alawi al-makki al-hasani.muhammad, al-qowaidu al-asasiyah fii ilmi mustholahi al-hadist, Surabaya; daru al-rahmah,1397H.hal.13
[2] Ibid, hal. 13. Dalam literatur lain di sebutan ada tiga, yakni ; 1 . kesinambngan mata rantai,2. tak boleh terisolasi(syadz), artinya tak bertentangan dengan riwayat ulam lain yang jumlahnya lebih banyak dan dari golongan yang sama atau berlawanan dengan riwayat ulama yang mempunyai reputasi lebih tinggi,3.tidak boleh mempunyai cacat tersembunyi(‘illah qhodichah), jelasnya lihat. m.azami.m,.memahami ilmu hadits:telaah metodologi & litertur hadist;penerjemah,metha kiera,Jakarta :lentera,2003.hal.108
[3] Lihat,m.azami.m,.memahami ilmu hadits:telh metodologi & litertur hadist;penerjemah,metha kiera,Jakarta :lentera,2003.hal.53
[4] Op.cit,hal.14.
[5] Lihat,m.azmi.m,hal.103.liaht juga aadalatus shohabah, Lihat ibnu alawi al-makki al-hasani.muhammad,al-qowaidu al-asasiyah fii ilmi mustholahi al-hadist,Surabaya;daru al-rahmah,1397H.hal.41
[6] Ibid,hal.15.
[7]Lihat,fatchur rahman,.ikhtisar mustholahul hadist.pt.al-maarif .bandung:1974,hal.121
[8] Lihat,fatchur rahman,.ikhtisar mustholahul hadist.pt.al-maarif .bandung:1974,hal.123.
[9] Ibid,hal.124.
[10] Ibid,hal.124-129
[11] Lihat ibnu alawi al-makki al-hasani.muhammad,al-qowaidu al-asasiyah fii ilmi mustholahi al-hadist,Surabaya;daru al-rahmah,1397H.hal.16
[12] Lihat,fatchur rahman,.ikhtisar mustholahul hadist.pt.al-maarif .bandung:1974,hal.135
[13] Lihat ibnu alawi al-makki al-hasani.muhammad,al-qowaidu al-asasiyah fii ilmi mustholahi al-hadist,Surabaya;daru al-rahmah,1397H.hal.17
[14] Lihat,m.azmi.m,hal.111
[15] Lihat ibnu alawi al-makki al-hasani.muhammad,hal.24
[16] Ibid,hal.22
[17] Ibid,hal.22-23
[18] Lihat,fatchur rahman,.ikhtisar mustholahul hadist.pt.al-maarif .bandung:1974,hal.204
[19] Lihat ibnu alawi al-makki al-hasani.muhammad,al-qowaidu al-asasiyah fii ilmi mustholahi al-hadist,Surabaya;daru al-rahmah,1397H.hal.115-117
[20] http://ronyramadhanputra.blogspot.com/2009/04/hadits-dhaif.html.lihat juga,hasan muhammad al-masyath,Raf’ul Al-Istaar An Mahya Mukhodziroti al-thol’atilAl-Anwar,maktabah an-nahdhoh arabiya,tanpa tahun.
[21] Ibid.